Taufiq Ismail adalah
seorang sastrawan ternama di Indonesia. Taufiq lahir di Bukittinggi, Sumatera
Barat 25 Juni 1935. Ia tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka
membaca. Ia telah bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. Masa kanak-kanak
sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo.
Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di
Yogya. Ia masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke
Pekalongan.
Pada tahun
1956–1957 ia memenangkan beasiswa American Field Service Interntional School
guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan
pertama dari Indonesia.
Taufik Ismail melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran
Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada
tahun1963. Pada tahun 1971–1972 dan 1991–1992 ia mengikuti International
Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Ia juga
belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo,
Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia
sebelum selesai studi bahasanya.
Taufiq Ismail saat membacakan puisi
|
Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat,
ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960–1961) dan Wakil Ketua
Dewan Mahasiswa (1960–1962). Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA
Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren
Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas
Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena
menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden
Soekarno, ia batal dikirim
untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri
pada tahun 1964.
Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun
1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief
Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah
sastra Horison (1966). Sampai sekarang ini ia memimpin majalah itu.
Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan
Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan
Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai
tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ
(1968–1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan
swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).
Taufiq Ismail saat menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas
Indonesia
|
Pada tahun 1993 Taufik diundang
menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur,
Malaysia. Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai
tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang
bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya,
seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.
Hasil karya:
- Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
- Benteng, Litera ( 1966)
- Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972)
- Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
- Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976)
- Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
- Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993)
- Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995)
- Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995)
- Seulawah — Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995)
- Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (1998)
- Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001)
- Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002)
Karya terjemahan:
- Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960)
- Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962)
- Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964)
Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik
Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok
Harahap, Taufiq telah menghasilkan sebanyak 75 lagu.
Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di
Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman,
Rusia, dan Cina.
Kegiatan kemasyarakatan yang
dilakukannnya, antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan
(1954-56), bersama S.N. Ratmana merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan,
Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-86), Pendiri Badan Pembina
Yayasan Bina Antarbudaya (1985) dan kini menjadi ketuanya, serta bekerja sama
dengan badan beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran
pelajar. Pada tahun 1974–1976 ia terpilih sebagai anggota Dewan Penyantun Board
of Trustees AFS International, New York.
Ia juga
membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). Dalam kampanye
antinarkoba ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba”
dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” dan digubah Ian Antono). Dalam
kegiatan itu, bersama empat tokoh masyarakat lain, Taufiq mendapat penghargaan
dari Presiden Megawati (2002).
Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan
konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah
Horison.
Anugerah yang diterima:
- Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970)
- Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977)
- South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994)
- Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994)
- Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor, Malaysia (1999)
- Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003)
Taufiq Ismail menikah
dengan Esiyati Yatim pada tahun 1971 dan dikaruniai seorang anak
laki-laki, Bram Ismail. Bersama keluarga ia tinggal di Jalan Utan Kayu
Raya 66-E, Jakarta 13120
0 comments:
Post a Comment