Monday, 26 December 2016

Nama                     : Chairil Anwar
TTL                        : Medan, 26 juli 1922
Pekerjaan              : Penyair
Kebangsaan          : Indonesia
Orang tua              : Toeloes (ayah) dan Saleha (ibu)


                   Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya berkahwin lagi. Selepas perceraian itu, saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta. Semasa kecil di Medan, Chairil sangat rapat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil. Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:

                   Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa membilang nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya.

           Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya. Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala.

                       Sebagai anak tunggal yang biasanya selalu dimanjakan oleh orang tuanya, namun Chairil Anwar tidak mengalami hal tersebut. Bahkan ia dibesarkan dalam keluarga yang terbilang tidak baik. Kedua orang tuanya bercerai, dan ayahnya menikah lagi. Chairil lahir dan dibesarkan di Medan, sewaktu kecil Nenek dari Chairil Anwar merupakan teman akrab yang cukup mengesankan dalam hidupnya. Kepedihan mendalam yang ia alami pada saat neneknya meninggal dunia.

             Chairil Anwar bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai menulis puisi ketika remaja, tetapi tidak satupun puisi yang berhasil ia buat yang sesuai dengan keinginannya.

         Meskipun ia tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, tetapi ia tidak membuang waktunya sia-sia, ia mengisi waktunya dengan membaca karya-karya pengarang Internasional ternama, seperti : Rainer Maria Rike, W.H. Auden, Archibald Macleish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Ia juga menguasai beberapa bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman.
.

Pada saat berusia 19 tahun, ia pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) bersama dengan ibunya pada tahun 1940 dimana ia mulai kenal dan serius menggeluti dunia sastra. Puisi pertama yang telah ia publikasikan, yaitu pada tahun 1942. Chairil terus menulis berbagai puisi. Puisinya memiliki berbagai macam tema, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, dan eksistensialisme.

Selain nenek, ibu adalah wanita yang paling Chairil cinta. Ia bahkan terbiasa menyebut nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.

Dunia Sastra
            Nama Chairil Anwar mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di “Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada saat itu dia berusia dua puluh tahun. Namun, saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di "Majalah Pandji" untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia yang tidak diterbitkan hingga tahun 1945.

Salah satu puisinya yang paling terkenal dan sering dideklamasikan berjudul Aku ("Aku mau hidup Seribu Tahun lagi!"). Selain menulis puisi, ia juga menerjemahkan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Dia juga pernah menjadi redaktur ruang budaya Siasat "Gelanggang" dan Gema Suasana. Dia juga mendirikan "Gelanggang Seniman Merdeka" pada tahun 1946.

Kumpulan puisinya antara lain: Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (1949); Deru Campur Debu (1949), Tiga Menguak Takdir (1950 bersama Seniman Pelopor Angkatan 45 Asrul Sani dan Rivai Apin), Aku Ini Binatang Jalang (1986), Koleksi sajak 1942-1949", diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986); Derai-derai Cemara (1998). Buku kumpulan puisinya diterbitkan Gramedia berjudul Aku ini Binatang Jalang (1986).


0 comments:

Post a Comment

Ikuti Dengan Sekali "Klik"

Powered by Blogger.

Kenalilah Saya Lebih Dekat

Featured post

Kumpulan Cerpen Seno Gumirah

Seno Gumirah adalah seorang penulis yang karya-karyanya cukup memukau,, dari cerpen, puisi, hingga buku-bukunya laris terjual... berik...

Popular Posts

Blog Archive