Pages - Menu

Pages - Menu

Wednesday 20 September 2017

Cerpen Sastra

REMBULAN YANG MENYAYAT
( Ilham pasawa )

Lambaian mu dari kejauhan membuat aku mematung. Setelah itu kau berlalu menghampiri aku di tepi pantai. Ohh, Ratna, kau benar - benar jelmaan bidadari. Matamu yang begitu indah dengan bulu mata yang sangat lentik. Senyumanmu yang membuat aku semakin terpaku menatapmu.

" kamu sudah lama menunggu " tanya mu
" dalam menunggu mu, aku tak peduli terhadap waktu " jawabku

Aku melihat senja sangat indah. Tapi setelah kau hadir senja menjadi biasa, keindahanmu jauh lebih indah dari senja. Seandainya kau tahu betapa aku mencintaimu dalam diamku.

Aku teringat pertama kali kita bertemu. Ketika aku melihatmu dengan tatapan agak tajam. Lalu kau pergi sambil mengatakan yang bagiku lucu.
" ihh, kamu ko natap akunha gituh banget " ujarmu sambil berlalu dengan teman wanitamu.

Sejak saat itu aku jadi ingin menatapmu seperti itu selalu. Suaramu yang rada serak membuatku teringat padamu setiap malam. Namun apakah kau tahu betapa aku menyukaimu.

" kamu ko melamun " ujar mu membuyarkan lamunanku.

Aku terenyuh, mati kutu. Seandainya kau tau bahwa kau yang sedang aku lamunkan.

" aku terpesona menatap senja yang begitu indah " jawabku mengelak.

Kau hanya tersenyum lalu mengatakan hal yang sama. Kamu adalah isi dari setiap lamunanku. Meski aku tahu kau belum pasti mempunyai rasa yang sama terhadapku. Aku selalu memanjatkan harapanku terhadap Tuhan bahwa aku mencintaimu.

" Kamu inget nggak, sa ?. ..... Nggak jadi deh " sambung mu.
" ingat apa ? Kenapa nggak jadi " tanya ku.

Kamu hanya menggeleng tanda tak mau menjelaskannya lagi. Apa sebenarnya yang sedang kau ingat - ingat. Apakah kita sedang mengingat - ingat hal yang sama. Ah, tapi aku tak yakin kau mengingat hal yang sama denganku.

Tuhan, aku tak sanggup menahan rasa ini. Menahan seluruh perasaan yang semakin mencuat dan berkembang ini. Tapi rasa takut untuk mengatakan perasaan ini lebih dari rasa takut ketimbang melihat kuntil anak atau sejenisnya. Biar aku simpan dahulu rasa ini.

Kau mengajakku untuk main air padahal hari sudah cukup gelap. Aku turuti kemauan kau. Kau kibaskan air ke arah wajahku. Lalu ku kejar kau sambil berlari - lari. Tak takut sedikitpun terhadap ombak yang datang. Rasa yang begitu indah, tak bisa ku utarakan lewat aksara.

Hari semakin gelap. Pesona mentari telah lenyap. Kini rembulan yang mulai berselok kemudian memancarkan aura - aura cinta terhadap dunia terkhusus kepadaku. Demikianlah jika sedang jatuh cinta. Sinar rembulan tampak lebih indah dari biasanya.

" sa, aku harus pulang " kata mu dengan wajah sedikit lemas
" padahal aku masih ingin bersamamu " jawabku spontan

Kamu terbelalak. Matamu menatapku setengah melotot. Apa sebetulnya yang membuatmu seperti itu. Apakah kau pun masih ingin bersama dengan ku. Atau itu isyarat bahwa aku tak pantas mengatakan itu.

" benarkah itu " kamu penasaran
" benar " jawabku rada malu

Hampir sekian detik kau diam setelah aku menjawab. Dalam diam kita saling bertatapan sama mesra. Duhai pemilik semesta. Ragaku telah masuk dalam ranah cinta yang begitu dalam. Sementara sukmaku asik melayang di atas angkasa bersama harapan dan hayalan yang begitu mesra. Ingin rasanya ku dekap daksamu untuk meluapkan semua rasa dan cintaku lewat dekapan itu. Namun aku ragu.

" tapi aku harus benar - benar pergi, mungkin ini terakhir kali kita bisa bercanda ria semacam ini " kata mu sedikit sendu
" kenapa, apa kau tak ingin bersamaku lebih lama " tanya ku

Kau menundukan kepalamu. Tak lama setelah itu isak tangis mulai terdengar di telingaku.

" jika ada yang ingin kau sampaikan padaku, katakan sekarang, sa " ucapmu sambil menahan tangis
" aku ingin, tapi aku tak mampu "
" kenapa ? .... Aku ingin tahu, sebelum hari esok datang "

Keadaan terbalik. Kini aku yang terdiam. Ingin rasanya ku usap air matamu yang jatuh butir demi butir. Lalu ku beri kau pelukan hangat yang menenangkan mu.

" sa, katakan saja. Aku ingin tahu " paksa mu
" aku belum mampu, rat "

Tangis mu semakin menjadi. Aku bingung apa yang membuatmu sedih seperti ini. Apakah kesalahan ku yang membuatmu seperti itu.
Rembulan sudah berada di puncak. Tak terasa waktu jika aku bersamamu. Pantas saja kau bicara kau harus pergi. Mungkin karena hari yang semakin malam. Tapi tak mungkin. Kamu katakan kepadaku dengan tatapan mata tanda tanya. Aku bingung Ratna. Kenapa kau sedih seperti ini.

" aku cinta kamu, sa " tiba - tiba kau memelukku erat.

Aku kaget mendengar kau berkata seperti itu. Aku pun sama , bahkan aku lebih mencintaimu wanitaku. Aku semakin bingung. Kenapa kau mengatakan itu sambil menangis sendu.

" a..... Ak...u pun men..cin..taimu " jawabku tergagap - gagap

Kamu memelukku semakin erat. Dan menangis semakin keras. Apa sebetulnya yang membuatmu menangis. Lalu aku berkata setengah berbisik kepadamu.

" apa yang membuatmu menangis, rat "
" aku mencintaimu itu yang membuatku menangis "

Oh Tuhan.. Kau menangis karena mencintaiku. Apakah mencintaiku menghadirkan lukan untukmu.

Lalu ku lepas dekapan mu. Ku pegang kedua pundakmu. Ku tatap matamu yang indah itu. Mata dengan bulu mata yang lentik . Mata yang hanya dimiliki bidadari. Ingin rasanya ku kecup bibirmu kala itu. Tapi rasa cintaku menahan itu. Rasa cinta itu menjadi penahan segala nafsuku. Aku telah berjanji kepada diriku bahwa aku tak akan merusak kehormatanmu sebelum sumpah sakral itu terucap dari bibirku.

" Ratna , kau tau. Aku mulai mencintaimu sejak kala itu. Kau lah yang setiap malam hadir dalam lamunanku "
" cukup.... Jangan buat aku lebih sedih lagi " potong mu
" apa yang membuat mu..... "
" aku harus menikah, aku telah dipinang dan kedua orang tuaku menerimannya. Aku tak bisa membantah perintah orang tuaku "

Jedar!! Aku seakan tersambar petir mendengar kalimat itu. Mulutku kaku tak mampu mengutarakan aksara barang sehuruf.

" sa, jika kau benar - benar cinta padaku. Berikan seluruh cintamu padaku malam ini. Sebelum aku pergi "

" maksudmu " tanyaku, bingung mendengar kalimat tanya yang ambigu
" kita bercinta malam ini. Untuk pertama dan yang terakhir " kata mu sambil memelukku lagi.
Aku lepas pelukanmu lagi. Ku tatap matamu setajam pertama aku bertemu dengan mu. Ingin, aku sangat ingin melakukan itu. Tapi cintaku menahan itu. Ilahi.. Bantu aku tahan terhadap rayuan iblis yang sengaja menggodaku dan ingin membuatku jauh darimu. Aku ingin melakulan dosa itu. Tapi aku mencoba menahan itu cintaku.

" bagus, bagus jika kau sudah dipinang. Dan sangat jarang wanita yang mau menurutu titah orang tuanya. Aku ikut senang mendengarnya " kataku setengah munafik!!

" maukah kau lakukan itu " tanya mu lagi.
" tidak " jawabku cepat

Kau melepaskan tanganku dari pundakmu. Lalu memalingkan wajahmu ke arah deburan ombak yang besar.

" kau tidak benar - benar mencintaku " kata mu sambil membelakangiku

Tuhan.. Bantu aku menahan ini semua.

" karena aku mencintaimu, aku tidak mau "
" aku tidak paham kata mu "
" aku cinta padamu, bukan nafsu. Cintaku datang dari kasih sayang Tuhan. Simbol ke besaran Tuhan. Aku tak ingin mengotori cintaku dengan hal yang belum bisa ku lakukan kepadamu saat ini. Aku mencintaimu. Karena itu aku ingin menjaga kehormatan mu sayangku " jelasku kepadamu

Aku seperti mendapat ilham dari Tuhan. Kata - kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Setelah mendengar kalimat itu kau kembali berbalik menatapku. Kau tatap aku dengan begitu tajam. Lalu kau menunduk. Ratna... Bahkan saat menangis pun kau tetap cantik dan indah.

" ma..af..... Aku tahu kenapa aku tak pantas untukmu " ucapmu lirih
" aku akan selalu mencintaimu, meski kau tak pernah menjadi milikmu. Sebab cinta adalah bab hati, bahasa batin yang datang dari ilahi "
" aku malu, seharusnya kau yang menjadi pembimbing dan imamku "
" tidak, justru calon suamimu yang pantas. Pilihan Tuhan lebih baik dari pilihan seluruh manusia di bumi ini "
" cukup, sa. Kata - kata mu membuatku semakin aku tak ingin kehilangan mu. Jangan buat aku bersedih "

Lalu malam ini aku lalui ku anggap sangat indah. Meski sedih, hatiku tersayat bahkan lebih pedih ketimbang tersayat belati paling tajam di atas muka bumi. Tapi ku anggap itu sebuah ke indahan yang sangat menyakitkan. Setelah itu kau pergi, mungkin untuk waktu yang sangat lama.

Sawangan. 17 September 2017. Kamar Renungan

No comments:

Post a Comment